Kajian Pengelolaan Persampahan

KAJIAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KOTA DEPOK (RINGKASAN EKSEKUTIF)

Sumber:  http://bappeda.depok.go.id/

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. MAKSUD DAN TUJUAN PEKERJAAN

Maksud kegiatan ini adalah :

  1. Memudahkan Pemerintah Kota Depok dalam mengelola persampahan di wilayah Kota Depok.
  2. Membantu perencanaan dan pelaksanaan dalam pembangunan Unit-Unit Pengolahan Sampah di Kota Depok.

Tujuan yang hendak dicapai dari kegiatan ini adalah membuat analisa  dan rencana pengelolaan sampah di Kota Depok terkait dengan upaya-upaya untuk menciptakan kondisi yang ditandai dengan :

  1. Meningkatnya kebersihan lingkungan yang sehat dan bersih.
  2. Berkurangnya konflik sosial masyarakat dalam operasional pengelolaan sampah, terutama di TPA.
  3. Terbentuk pengolahan sampah dengan sistem 3R di sumber sampah.
  4. Berkurangnya beban operasional truk sampah dan TPA Cipayung.

1.2. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pekerjaan untuk melakukan kegiatan ini adalah : pembuatan analisa dan rencana Pengelolaan Sampah di kota Depok dilihat dari aspek / sudut bidang antara lain lingkungan hidup, efisiensi ekonomi, dampak sosial, dan pemberdayaan masyarakat. Ruang lingkup kegiatan ini meliputi :

a. Pekerjaan persiapan yang meliputi perencanaan kegiatan, pentahapan kegiatan dan penyusunan jadual kerja yang rinci.

b. Pengumpulan data yang meliputi data primer dan data sekunder

c. Observasi lapangan.

d. Kunjungan ke instansi terkait.

e. Pembahasan substansi pengolahan dan pengelolaan sampah dalam rangka pengggalian opini dan pencapaian kesepakatan stakeholders

f. Analisa sistem pengolahan sampah berdasarkan data/informasi yang telah  diperoleh dari aspek-aspek teknis, ekonomi, sosial dan budaya, lingkungkan hidup, legal dan kelembagaan, serta keuangan dan investasi

g. Analisa kelayakan, penyusunan kesimpulan, usulan dan rekomendasi yang  merupakan hasil kegiatan kajian yang diharapkan dapat menjadi masukan  bagi kegiatan merancang dan membangun infrastruktur unit pengolahan sampah ( UPS ) beserta analisa dampak sosial dan ekonomi.

1.3. KELUARAN

Sedangkan keluaran yang hendak dicapai adalah sebagai berikut :

a. Alternatif-alternatif pengelolaan sampah di Kota Depok yang dianggap paling  sesuai dengan kondisi geografis, ekonomi, sosial-budaya dan kemampuan  pendanaan Pemerintah Kota Depok selain Unit Pengolahan Sampah dan  pengelolaan konvensional yang sedang dilaksanakan serta bentuk integrasi  yang dapat terjadi dan dilakukan oleh alternatif-alternatif pengelolaan sampah tersebut.

b. Analisa perbandingan biaya (cost constraint) dan efisien antara pembangunan  Unit Pengolahan Sampah dibandingkan dengan penanganan sampah  konvensional yang sedang dilakukan saat ini serta analisa jika kedua langkah tersebut diatas dilakukan secara terintegrasi.

c. Hasil survey atau jejak pendapat dari masyarakat Kota Depok dalam  pembangunan dan pelaksanaan operasional Unit Pengolahan Sampah dan pengelolaan persampahan di Kota Depok.

d. Alternatif-alternatif lokasi yang dimungkinkan dilihat dari semua faktor dalam pembangunan Unit Pengolahan Sampah di Kota Depok , direncanakan akan dibangun sebanyak 63 unit.

e. Studi Kelayakan Lokasi Unit Pengolahan Sampah yang akan dibangun oleh Pemerintah Kota Depok dianalisa dari semua faktor yang memungkinkan.

f. Alternatif-alternatif sumber dana yang dapat dijaring selain APBD Kota Depok dalam pembangunan unit-unit penngolahan sampah yang akan dilaksanakan, baik itu sumber-sumber pendanaan dari Luar Negeri, Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi atau daerah lainnya serta pihak swasta.

BAB II. GAMBARAN UMUM KOTA DEPOK

Kota Depok sebagai salah satu wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 20.029 ha. Peta administrasi kota Depok dapat dilihat pada gambar 2.1.

Wilayah Kota Depok berbatasan dengan tiga Kabupaten dan satu Propinsi. Secara lengkap wilayah ini mempunyai batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang dan Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi dan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor.

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor.

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunungsindur Kabupaten Bogor.

Letak Kota Depok sangat strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi secara regional dengan kota-kota lainnya

Jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2006 mencapai 1.420.480 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 719.969 jiwa dan penduduk perempuan 700.511 jiwa.

Dengan demikian , sedangkan rasio jenis kelamin di Kota Depok adalah 102.  Kecamatan Cimanggis paling banyak penduduknya dibandingkan kecamatan lain di Kota Depok, yaitu 392.512 jiwa, kemudian Kecamatan Sukmajaya dengan penduduk 314.147 jiwa. Sedangkan Kecamatan Beji, penduduknya paling sedikit yaitu 143.592 jiwa( lihat tabel 2.1).

Selama kurun waktu 2000 – 2006, laju pertumbuhan penduduk Kota Depok per tahun rata- rata adalah 3,44 persen. Meningkatnya jumlah penduduk di Kota Depok ini terjadi akibat tingginya migrasi penduduk ke Kota Depok akibat  pesatnya pengembangan kota dan meningkatnya pengembangan kawasan  perumahan.Di tahun 2006, kepadatan penduduk Kota Depok mencapai 7.092,12  orang per kilo meter persegi. Kecamatan Beji merupakan Kecamatan terpadat di  Kota Depok, yaitu sebesar 10.041,40 orang per kilo meter persegi, sedangkan  Kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Sawangan yaitu sebesar 3.639,22 orang per kilo meter persegi.

BAB III. KONDISI EKSISTING PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KOTA DEPOK

3.1. UMUM

Kondisi pengelolaan persampahan di Kota Depok akan dijelaskan secara  rinci di bawah ini dengan melihat komponen-komponen/subsistem pada masingmasing sistem, yaitu:

1. Subsistem kelembagaan dan organisasi
2. Sub sistem teknik operasional
3. Sub sistem pembiayaan
4. Sub sistem peraturan
5. Komponen peran serta masyarakat

3.2. SUBSISTEM KELEMBAGAAN dan ORGANISASI

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Depok No. 16 Tahun 2003 tentang  Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah, instansi yang  berwenang dalam pengelolaan kebersihan adalah Dinas Kebersihan dan  Lingkungan Hidup (KLH). Struktur organisasi Dinas KLH ini terdiri dari Kepala  Dinas dengan dibantu empat Kepala Bidang, satu Bagian Tata Usaha dan dua Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).

Dinas KLH Kota Depok merupakan unsur pelaksana pemerintah kota  yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui  Sekretaris Daerah dan mempunyai tugas melaksanakan kewenangan  desentralisasi di bidang kebersihan dan lingkungan hidup. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Dinas KLH mempunyai fungsi:

  1. Perumusan kebijakan teknis di bidang kebersihan dan lingkungan hidup.
  2. Pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum di bidang kebersihan dan lingkungn hidup.
  3. Pembinaan terhadap unit pelaksana teknis dinas (UPTD) di bidang kebersihan dan lingkungan hidup.
  4. Pengelolaan urusan ketatausahaan

Sejak tahun 2003, Dinas KLH Kota Depok telah menerapkan pola pelayanan  dengan sistem pembagian wilayah kecamatan. Dalam sistem pembagian wilayah  berdasarkan kecamatan ini, di tiap-tiap kecamatan telah dibentuk koordinator  lapangan (Korcam). Korcam-korcam ini bertugas melaksanakan kegiatan teknis operasional pengelolaan persampahan di tingkat kecamatan.

3.3. SUBSISTEM TEKNIS OPERASIONAL

Berdasarkan timbulan sampah 2,65 lt/org/hari, maka jumlah timbulan  sampah yang dihasilkan 3.764 m3/hari dengan jumlah penduduk 1.420.480 jiwa, sedangkan sampah yang terangkut 1281 m3/hari, sampah yang tidak terangkut 2.483 m3/hari. Tingkat pelayanan persampahan saatini tahun 2006 sebesar 34.03% .

Pola Pelayanan

Pada saat ini, ada tiga pola pelayanan persampahan yang diberlakukan untuk  melayani daerah permukiman, komersil, perkantoran, jalan dan pasar yaitu pola  individual langsung, pola komunal langsung dan pola penyapuan. Siklus/pola pelayanan pengelolaan sampah dapat dilihat pada gambar 3.1.

3.4. SUBSISTEM PERATURAN

Terdapat dua produk hukum terkait dengan pengelolaan persampahan di Kota Depok yang dihasilkan oleh Pemda Kota Depok, yaitu:

  1. Produk hukum yang mendasari kewenangan institusi formal pengelola  persampahan di Kota Depok adalah Peraturan Daerah Kota Depok No. 16  Tahun 2003 Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah dan  Keputusan Walikota Depok No. 30 Tahun 2005 tentang Uraian Tugas  Jabatan Struktural di Lingkungan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok.
  2. Produk hukum yang terkait dengan retribusi persampahan di kota Depok adalah Peraturan Daerah Kota Depok No. 41 Tahun 2000 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan.

3.5. SUBSISTEM PEMBIAYAAN

Sumber Dana

Sumber utama pembiayaan pengelolaan kebersihan/persampahan kota Depok adalah APBD kota Depok, sebagai berikut :

Anggaran pengelolaan kebersihan kota Depok tahun 2006 sebesar Rp. 7.232.329.000.- sedangkan pada tahun 2007 sebesar Rp. 8.001.948.500.-

Retribusi

Tarif retribusi persampahan di kota Depok telah diatur dalam Peraturan Daerah  Kota Depok nomor 22 tahun 2004 tentang retribusi pelayanan persampahan, besar tarif retribusi sampah antara lain sebagai berikut :

a. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah rumah non real estate berdasarkan luas bangunan :Rp. 2.000,-s/d Rp. 8.500,-/bulan.

1. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah  rumah Real Estate ditetapkan berdasarkan luas bangunan : Rp. 7000,- s/d Rp. 17.500,-/bulan.

b. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah di  pasar, berdasarkan kegiatan usaha pedagang, ditetapkan dengan system pengambilan harian : Rp. 1.000,-/hari s/d Rp. 2.500,-/hari.

c. Bilamana pengambilan, pengangkutan tidak dapat memberlakukan tariff  seperti pada point-point tersebut diatas, maka untuk menentukan Retribusi  pelayanan dimaksud dapat ditaksir dengan perhitungan rit, yang ditetapkan sebesar Rp. 85.000,-/rit.

Hasil retribusi pelayanan kebersihan kota Depok yang dapat ditagih pada tahun  2006 sebesar Rp. 1.677.063.000,- memenuhi target tetapi hanya 23,18 % dari anggaran rutin persampahan/biaya operasional sebesar Rp.7.232.329.000,-

Biaya Satuan Pengelolaan

Perhitungan biaya satuan pengelolaan sampah tahun 2006 sebagai berikut :

  • Jumlah sampah yang terangkut khusus permukimanan per hari = 1085 m3
  • Biaya total pengelolaan tahun 2006 = Rp. 7.232.329.000,-
  • Sampah yang di kelola 1 tahun = 338.520 m3
  • Biaya satuan sampah per m3 = Rp 21.365,-

3.6. SUBSISTEM PERAN SERTA MASYARAKAT

1. Peran serta pada pembiayaaan

Peran serta masyarakat pada pembiayaan yang diwujudkan dengan membayar retribusi kebersihan. tampaknya cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari realisasi pemungutan retribusi dari tahun 2001 sampai 2005 yang ratarata hampir mencapai 100%.

2. Peran serta pada teknis operasional

Peran serta masyarakat pada teknis operasional pengelolaan persampahan diwujudkan dalam beberapa bentuk kegiatan seperti keikutsertaan pada sebagian tahap pengelolaan persampahan, seperti pengumpulan sampah di kontainer/bak sampah dan menyediakan sendiri pewadahan, serta kegiatan pengolahan sampah skala rumah tangga.

Hasil survey rumah tangga yang dilaksanakan pada bulan November 2007 memperlihatkan bahwa sejumlah sampel rumah tangga yang mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah di Kota Depok, hampir seluruhnya (98%) tidak menerapkan pola 3 R, 28% di antaranya masih membuang sampah ke jalan atau ke sungai/selokan. 68% membuangnya ke tanah/lahan kosong.

3.7. UNIT PENGOLAHAN SAMPAH ( UPS)

Pada tahun 2006, Pemerintah Kota Depok mencanangkan penerapan  sistem pengolahan dan pengelolaan sampah terapdu yang dikenal dengan  SIPESAT/UPS . Inti dari SIPESAT/UPS adalah pendekatan pengelolaan sampah dengan skala kawasan melalui pembangunan dan pengoperasian unit  pengolahan sampah (UPS) yang menerapkan prinsip-prinsip 4R-P yaitu reduce  (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang), replace (mengganti), participation (pelibatan masyarakat).

Saat ini pelaksanaan sistem tersebut masih merupakan pilot project yang  berlokasi di Perumahan Griya Tugu Asri, Kecamatan Cimanggis, yang  beroperasi dari jam 07.00 s/d 11.00 setiap hari. Pada tahun 2008, sistem ini direncanakan akan dilaksanakan di 20 kelurahan atau 20 UPS.

3.8. PERMASALAHAN

1. Subsistem Teknis Operasional

  • Pewadahan, seperti bak sampah ( TPS ) dari batubata perlu diperbanyak ketersediaannya dengan lokasi yang layak .
  • Belum optimalnya pemanfaatan sarana dan prasarana persampahan.
  • Sarana dan prasarana yang dimiliki tidak memadai dengan jumlah penduduk kota Depok yang mencapai 1,4 juta jiwa.

2. Susbsistem Kelembagaan dan Organisasi

  • Rasio antara jumlah petugas pengumpul dan pengangkut dan penduduk  yang dilayani adalah 1:1.757 berarti masih dapat meningkatkan cakupan pelayanan.

3. Subsistem Pembiayaan

  • Sumber pembiayaan dari APBD Kota Depok sudah cukup baik, tetapi  perlu ditingkatkan saat ini baru mencapai 1,3 % dari APBD kota Depok,

4. Subsistem Peran Serta Masyarakat

  • Kebiasaan untuk menerapkan prinsip 3R dalam pengolahan sampah sejak dari rumah tangga belum terbangun.
  • Kebiasaan untuk membuang sampah sembarangan (bukan ke TPS atau ke Transfer Depo juga masih tinggi.

BAB IV. ANALISIS

4.1. ANALISIS PEMBUANGAN SAMPAH KONVENSIONAL

4.1.1. Sub Sistem Kelembagaan Dan Organisasi

  • Berdasarkan klsasifikasi kota yang menempatkan Kota Depok sebagai kota  berukuran besar (dengan penduduk 1.420.480 jiwa) dan kriteria umum sistem  pengelolaan persampahan, bentuk lembaga yang ada saat ini dinilai sudah sesuai yaitu Dinas dan membawahi bidang dan UPTD.
  • Untuk mengakomodir kebutuhan program peningkatan partisipasi masyarakat  dalam pengolahan sampah, maka pada tahap pengembangan ke depan, struktur organisasi yang ada harus ditambahkan satu seksi yaitu penyuluhan.
  • Rasio antara jumlah petugas pengangkutan yang berjumlah 223 orang dan jumlah penduduk yang dilayani masih rendah
  • Dari tingkat pendidikan PNS dan tenaga kontrak, kualitas SDM di lingkungan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup cukup baik

4.1.2. Subsistem Teknik Operasional

a. Tingkat Pelayanan

Tingkat pelayanan saat ini ( tahun 2006 ) baru mencapai 34% dari jumlah  sampah yang dan belum mencapai 75 % (Target Nasional pada tahun 2009 ).  Dengan tingkat pelayanan saat ini sebesar 34 %, maka sasaran tingkat  pelayanan minimum pada tahun 2015 adalah 67 % ( berdasarkan MDGs).

Peningkatan pelayanan dapat dilakukan dengan pengembangan pola konvensional antara lain melalui pengelolaan dengan :

1). Skala Rumah Tangga dengan menitik beratkan pengolahan sampah organik  menjadi kompos, dengan beberapa opsi teknologi misalnya dengan gentong komposter, keranjang Takakura dan Biopori,

2) Skala Kawasan/Lingkungan, yaitu pengelolaan yang dilakukan untuk  melayani suatu kelompok masyarakat yang terdiri atas sekurang-kurangnya 100 Kepala Keluarga.

a. Pewadahan, Disarankan untuk mempergunakan pewadahan sifatnya:  tertutup, mudah dikosongkan, murah dan pengadaannya mudah, Misalnya: bin plastik atau kantong plastik.

b. Pengumpulan, Pengumpulan dilakukan dengan pola komunal dan  individual (untuk penghasil sampah besar), semua sampah dikumpulkan ke TPS oleh penghasil sampah.

c. Pengangkutan, Pengangkutan sampah ke TPA disarankan perlu  optimalisasi pengangkutan pada sore hari, sehingga ritasi dapat  mencapai 3-4 rit/dump truck. Setiap truk harus dilengkapi dengan jaring  plastik dan pada sisi-sisi dump truk harus diberi triplek sehingga kapasitas dump truck lebih besar

d. Pembuangan Akhir

  • Sistem yang digunakan adalah controlled landfill, dimana dasar dari TPA  telah diberi lapisan kedap air sehingga air lindi yang dihasilkan tidak akan mencemari air tanah dan sungai yang terdekat.
  • Ditinjau dari kapasitas TPA sampah, menurut studi WJMP kapasitas  TPA Cipayung hanya mampu menampung sampai tahun 2009, sehingga  perlu meminalisasi atau membatasi sampah yang masuk ke TPA  Cipayung, antara lain dengan mereduksi sampah pada sumbernya dan  mengaktifkan kembali pengolahan sampah menjadi kompos di TPA serta pengolahan sampah secara kawasan.

4.1.3. Subsistem Pembiayaan

a. Sumber Dana

Anggaran kebersihan jika dibandingkan dengan anggaran belanja dan  pendapatan daerah kota Depok pada tahun 2006 (Rp 561.467.156.530,-)  maka persentase anggaran kebersihan adalah sekitar 1,3 % dari APBD  kota Depok. Dan angka ini masih kecil bila dibandingkan dengan standar perencanaan yang besarnya antara 5 % dari APBD kota Depok.

b. Biaya satuan pengelolaan sampah tahun 2006

Biaya satuan pengelolaan sampah (operasi + BBM ) kota Depok pada tahun 2006 adalah Rp 21.365 ,- per m3

c. Retribusi yang ditagih ( yang dapat ditarik dari masyarakat ) pada tahun 2006  sebesar Rp. 1.677.063.000,- atau sekitar 23.18 % dari anggaran rutin ( Rp.  7.232.329.000,-) . Pemasukan hasil retribusi dapat ditingkatkan dengan cara  peningkatan daerah pelayanan terutama dengan pelayanan komunal dengan menyediakan TPS-TPS.

d. Struktur tarif retribusi sampah berdasarkan Perda kota Depok nomor 18 tahun  2002, cukup menggambarkan prinsip Cross Subsidi antar tingkat  pendapatan penduduk dan antar jenis pelanggan sampah, besarnya tarif retribusi sampah perlu disesuaikan lagi.

4.1.4. Subsistem Peraturan

Saat ini Pemerintah kota Depok belum mempunyai peraturan daerah tentang  Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan Kota, untuk masa ke depan harus sudah dibuat peraturan daerah tentang K3 .

4.1.5. Subsistem Peran Serta Masyarakat

Kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan masih rendahan. Indikasinya dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain:

a.Rendahnya kesadaran untuk melaksanakan metode 3 R
b.Masih adanya kebiasaan membuang sampah sembarangan
c.Masih tingginya kebiasaan memakai barang yang sulit terurai

4.2. ANALISIS SISTEM PENANGANAN SAMPAH SKALA KAWASAN
DENGAN UPS ( UNIT PENGOLAHAN SAMPAH )

4.2.1. Aspek Teknik Operasional

Pola Pelayanan :

Sumber sampah → Gerobak→ TPST → 1. Kompos , 2. Non Kompos

Pengumpulan/Pengangkutan

Pengumpulan/pengangkutan sampah dilakukan dengan cara individual  yaitu pengumpulan sampah langsung dengan gerobak menuju Tempat  Pengolahan Sampah Terpadu ( TPST), setiap gerobak akan dilayani oleh 2  petugas. Pengumpulan dengan cara individual akan dilakukan dengan gerobak, setiap gerobak dilayani oleh 2 petugas.

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu ( TPST)

Semua sampah atau pendorong gerobak di daerah pelayanan akan  berakhir di TPST dimana semua sampah akan diolah secara terpadu  dengan Unit Pengolahan Sampah ( UPS ) ini. Di TPST akan dilaksanakan kegiatan pemilahan, packing ( pembungkusan ) dan pembuatan Kompos.

4.2.2. Aspek Pembiayaan

• Biaya Investasi, terdiri :

1. Gerobak 15 unit @ Rp. 2.250.000,- = Rp. 33.750.000,-
2. Bangunan UPS 1 unit = Rp. 571.500.000,-

• Biaya Operasi dan Pemeliharaan

Biaya O & M dalam setahun sebesar Rp. 224.282.400,-
Biaya pengelolaan sampah dengan sistem UPS adalah Rp. 20.797/m3

4.2.3. Aspek Kelembagaan

  • Keberadaan UPS di tingkat kelurahan mengisyaratkan adanya tanggung jawab  baru bagi Dinas KLH Kota Depok dalam pengelolaan persampahan. Karena itu,  Dinas KLH Depok perlu merancang skema pengorganisasian baru yang terkait dengan pengelolaan UPS.
  • Untuk tahap awal, mengingat kebutuhan tenaga kerja di bidang teknis dan  pengoperasian serta bidang manajerial yang mendesak, Dinas KLH dapat bekerja sama dengan pihak swasta untuk pengadaan tenaga kerja tersebut

4.2.4. Aspek Peraturan

  • Terkait dengan kebutuhan akan lahan bagi UPS, Pemerintah Kota Depok perlu  mengeluarkan peraturan atau instruksi tertentu yang mendukung proses pengadaan tanah untuk UPS
  • Mengingat penggunaan teknologi tertentu, betapa pun sederhananya teknologi  itu, Dinas KLH perlu menyiapkan terlbih dulu prosedur pengoperasian baku (SOP) UPS sebelum UPS ini dioperasikan.

4.2.5. Aspek Partisipasi Masyarakat

  • Berdasarkan hasil survey rumah tangga yang dilaksanakan pada bulan  November 2007, hampir seluruh rumah tangga sampel (96%) menyetujui dibangunnya UPS di kelurahan masing-masing.
  • Persetujuan ini merupakan modal awal bagi Pemda Kota Depok untuk  mengembangkan dukungan dan partsipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pengoperasianUPS, baik di tingkat bawah maupun di tingkat atas.

4.3. ALTERNATIF PENGOLAHAN SAMPAH

Implementasi pengelolaan dan pengolahan sampah dapat dilakukan  dengan 3 ( tiga ) pendekatan yang aakan dilakukan secara bersamaan. Pada  butir 4.1. dan butir 4.2 telah dijelaskan : 1). Pendekatan pada skala  TPA/Konvensional dan 2). Pendekatan skala kawasan dengan UPS, alternatif lain pengolahan adalah dengan pengolahan sampah skala rumah tangga.

Program yang sangat penting dalam pengelolaan persampahan adalah menyadarkan dan melibatkan masyarakat terutama pada tingkat rumah tangga untuk melakukan pemilahan sampah. Walaupun upaya-upaya penyadaran masyarakat tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah, karena berkaitan dengan perubahan kultur dan cara pandang. Tetapi, dengan melibatkan segenap potensi yang ada di masyarakat seperti kader Dasawisma, PKK, Karang Taruna, Lembaga Swadaya Masyarakat, Universitas, kelompok pengajian, ulama dan  tokoh-tokoh masyarakat, yang bekerja secara terkoordinasi, terencana, dan  berkesinambungan maka diharapkan perubahan kultur dan cara pandang  tersebut dapat terwujud. Salah satu program yang tidak kalah pentingnya terkait  dengan penyadaran masyarakat adalah memasukkan materi-materi mengenai  pengolahan sampah pada setiap jenjang pendidikan di Kota Depok. Diharapkan  anak-anak bangsa tersebut dapat memiliki cara pandang dan budaya yang lebih ramah lingkungan.

Ada tiga jenis upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah  sampah yang harus dibuang di TPA sampah. Upaya tersebut dikenal dengan  istilah 3 R, yaitu Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali), dan  Recycle (mendaur ulang) sampah yang dihasilkan oleh masyarakat.

Reduce (mengurangi) adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi  secara langsung jumlah sampah yang dihasilkan oleh penghasil sampah. Hal-hal  yang dapat dilakukan oleh masyarakat antara lain: mengurangi penggunaan  barang sekali pakai, memperkecil volume sampah misalnya meremas sisa minuman kaleng & dus.

Reuse (mengunakan kembali) adalah upaya yang dilakukan untuk  mengurangi jumlah sampah dengan cara mengunakan kembali bahan-bahan  yang selama ini dianggap sampah, contohnya: pengunaan botol bekas,  penggunaan plastik bekas sebagai wadah, pengunaan kotak karton sebagai  wadah, bekas kalender harian menjadi buku catatan, mempergunakan produk yang bisa diisi ulang.

Recycle (mendaur ulang sampah) adalah upaya yang dilakukan untuk  mengurangi jumlah sampah dengan cara mengolah sampah (bahan-bahan  bekas) menjadi bentuk baru yang dapat mempunyui fungsi sama atau berbeda dengan fungsi awal. Contoh recycle, pembuatan kertas daur ulang, pembuatan kompos dari bahan sampah organic.

4.3.1. Konsepsi Penanganan Sampah di Sumber

  • Penanganan sampah hendaknya tidak lagi hanya bertumpu pada aktivitas pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah.
  • Penanganan sampah di sumber diharapkan dapat menerapkan upaya  minimisasi yaitu dengan cara mengurangi, memanfaatkan kembali , dan mendaur ulang sampah yang dihasilkan
  • Minimasi sampah hendaknya dilakukan sejak sampah belum terbentuk yaitu dengan menghemat penggunaan bahan, membatasi konsumsi sesuai kebutuhan, memilih bahan yang mengandung sedikit sampah, dsb
  • Upaya memanfaatkan sampah dilakukan dengan menggunakan kembali  sampah sesuai fungsinya seperti halnya pada penggunaan botol minuman atau kemasan lainnya
  • Upaya mendaur ulang sampah dapat dilakukan dengan memilah sampah  menurut jenisnya baik yang memiliki nilai ekonomi sebagai material daur  ulang (kertas, plastik, gelas/ logam, dll) maupun sampah B3 Rumah tangga  yang memerlukan penanganan khusus (baterei, lampu neon, kaleng sisa  baygon dll) dan sampah kemasan (bungkus mie instan, plastik kemasan minyak, dll)
  • Pengomposan sampah diharapkan dapat diterapkan di sumber (rumah  tangga, kantor, sekolah, dll) yang akan secara signifikan megurangi sampah pada tahap berikutnya.

4.3.2. Skenario Pemilahan Sampah Non Organik

  • Skenario pemilahan sampah non organik di kawasan permukiman dilakukan  memisahkan sampah kertas, plastik dan logam/kaca di masing-masing  sumber menggunakan kantong plastik besar atau karung kecil. Untuk daerah perkantoran dapat digunakan Bin berwarna kapasitas 120 lt.
  • Khusus untuk sampah B3 Rumah tangga, diperlukan wadah khusus yang  pengumpulannya dapat dilakukan sebulan sekali atau sesuai kebutuhan

4.3.3. Skenario Pembuatan Kompos

  • Skenario pembuatan kompos didasarkan praktek-praktek yang berhasil  dilaksanakan oleh masyarakat, misalnya di kawasan Cilandak di Jakarta Selatan.
  • Pembuatan kompos di sumber dapat dilakukan dengan Gentong atau Bin Takakura sebagai komposter,
  • Pembuatan kompos dengan gentong (alasnya dilubangi dan diisi kerikil serta  sekam), merupakan cara sederhana karena seluruh sampah organik dapat  dimasukkan dalam gentong). Diperlukan 2 gentong untuk setiap rumah yang dapat diletakkan dihalaman rumah.
  • Pembuatan kompos dengan Bin Takakura (keranjang yang dilapisi kertas  karton, sekam padi dan kompos matang), memerlukan sedikit kesabaran  karena dibutuhkan sampah organik terseleksi dan pencacahan untuk  mempercepat proses pematangan kompos. Komposter Takakura dapat tempatkan di dalam rumah (tidak menimbulkan bau)
  • Produk kompos dapat digunakan untuk program penghijauan dan penanaman bibit

4.3.3. Metode Pembuatan Kompos Takakura

Cara pengomposan dengan Metode Takakura :

  1. Sampah-sampah rumah tangga sisa makanan atau sisa  dapur ditiriskan agar  bebas dari air/cairan dan bila ada bekas sayuran yang masih panjang, dirajang terlebih dahulu.
  2. Setelah dikumpulkan, sampah rumah tangga tadi dimasukkan ke dalam  keranjang Takakura yang telah disiapkan dicampur dalam kompos jadi,  dalam keranjang diaduk menggunakan cetok sampai rata. Letakkan kembali bantal gabah II di atasnya dan tutup kembali keranjang Takakura tersebut.
  3. Sampah-sampah rumah tangga sisa makanan dapur/sampah organik dibuang setiap hari ke dalam keranjang Takakura.
  4. Setelah penuh dan cukup umur, kompos yang sudah matang dari Takakura  dikeluarkan untuk kemudian dijemur sampai kering dan diayak menjadi  kompos jadi. Untuk calon kompos yang belum matang dikembalikan ke  keranjang takakura. Kompos tersebut dapat digunakan untuk keperluan pemupukan tanaman di halaman rumah sendiri.

4.3.5. Komponen prasarana/Sarana 3R di Sumber

Komponen prasarana/sarana 3R di sumber, meliputi :

  • Kantong Plastik atau karung kecil (40 – 60 lt), 3 unit/rumah
  • Gentong (60 – 100 lt), 2 unit/rumah atau
  • Takakura (60 lt), 1 unit/rumah

4.3.6. Proses Sosialisasi

Sosialisasi program 3R kepada masyarakat dapat dilakukan dengan  berbagai cara, seperti: 1). Melalui forum ibu-ibu arisan, 2).Pertemuan warga,3).Lomba memilah sampah sebagai ganti permainan membawa kelereng,  bendera dll 4).Lomba melukis dengan tema-tema kebersihan lingkungan, 5).Sosialisasi Kepada Masyarakat (Ibu Rumah Tangga, Pemuda dan Anakanak).

4.3.7. Pembiayaan & Insentif

Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan 3R di sumber, meliputi  antara lain : a). Biaya pembelian karung/kantong plastik, b). pembelian gentong,  c). pembelian Takakura, d). pembelian perlengkapan pembuatan kompos (saringan, sekop, sekam, karton, dll)

4.4. PERBANDINGAN KONVENSIONAL DAN UPS

Biaya satuan pengelolaan sampah dengan pola konvesional sebesar Rp.  21.365/m3 , sedangkan biaya pengelolaan dengan mempergunakan sistem  pemilahan dengan Unit Pengolahan Sampah ( UPS ) sebesar Rp. 20.797,-/m3.

Kelebihan Dan Kekurangan Sistem Konvensional , UPS dan Konvensional + UPS sebagai berikut :

Kelebihan Dan Kekurangan Konvensional + UPS

Kelebihan model gabungan ( konvensional + UPS ) adalah kombinasi kelebihan  dari kedua model konvensional ditambah dengan kelebihan model UPS, sedang  kekurangannya hampir tidak ada karena masing-masing kelemahan model konvensional dapat ditutupi oleh kelebihan model UPS dan sebaliknya.

4.5. METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

1. Langkah-langkah penentuan hirarchy memilih pengelolaan sampah dengan AHP, sebagai berikut :

a) Penentuan Goal/Tujuan penggunaan Metode Analytical Hierarchy  Process dalam kebijakan pengambilan keputusan => Memilih Model Pengelolaan Sampah di kota Depok

b) Penentuan Kriteria-Kriteria Goal/Tujuan Pemilihan Model Pengelolaan  Sampah di kota Depok => Keterbatasan Lahan TPA (KLT), Pencemaran  Lingkungan (PL), Dampak Sosial (DS ), Manfaat Sosial Ekonomi (MSE),  Kesesuaian Geografis (KG) , Manfaat Sosial Budaya (MSB), Pendanaan (P)

c) Penentuan Tingkat Kriteria tujuan memilih model pengelolaan sampah  di kota Depok=> Tinggi , Sedang, Rendah Keterbatasan Lahan TPA,  Pencemaran Lingkungan, Dampak Sosial, Manfaat Sosial Ekonomi, Kesesuaian Geografis, Manfaat Sosial Budaya, Pendanaan

d) Penentuan Alternativ-Alternativ tujuan memilih model pengelolaan  sampah kota Depok => Model Pengelolaan Sampah Konvensional, Gabungan (Konvensional dan UPS) , UPS.

2. Penetapan Skala Kepentingan/Preference Dalam Matrik Perbandingan, sebagai berikut :

a) Penetapan skala kepentingan matrik perbandingan antar kriteria beserta  matrik normalisasinya guna menghitung bobot perioritas kriteria pemilihan model pengelolaan sampah kota Depok ( tabel matrik 4.5.1. dan 4.5.2. )

b) Penetapan skala kepentingan matrik perbandingan antar tingkat kriteria  beserta matrik normalisasinya guna menghitung bobot perioritas tingkat kriteria pemilihan model pengelolaan sampah kota Depok.

c) Penetapan skala kepentingan matrik perbandingan antar alternativalternativ  berdasarkan kepentingan/preferensi tingkat kriteria-tingkat  kriteria pemilihan model pengelolaan sampah di kota Depok, beserta matrik normalisasinya.

3. Penyusunan Matrik Bobot Perioritas dan Matrik Bobot Global Pemilihan Model Pengelolaan Sampah Kota Depok

a) Penyusunan matrik vector baris bobot perioritas kriteria-kriteria pemilihan model pengelolaan sampah kota Depok ( tabel matrik 4.5.1.)

b) Penyusunan matrik persegi bobot perioritas antara tingkat ( Tinggi,  Sedang, Rendah ) dengan kriteria KLT, PL , DS , MSE, KG , MSB, Pendanaan. ( tabel matrik 4.5.17. )

c) Penyusunan matrik persegi bobot perioritas perkalian antara elemen  matrik vector baris bobot perioritas kriteria-kriteria per kolom setiap  elemen matrik persegi bobot perioritas antara tingkat dengan kriteria (tabel matrik 4.5.18. )

d) Penyusunan matrik vector baris bobot perioritas tertinggi (yang diinginkan) dari matrik persegi point 3.c. ( tabel matrik 4.5.19. )

e) Penyusunan matrik vector baris bobot perioritas tertinggi yang dinormalisasi per jumlah elemen baris point 3.d. ( tabel 4.5.20 )

f) Penyusunan matrik persegi bobot perioritas alternative-alternativ  (Konvensional, Konvensional dan UPS, UPS) terhadap tingkat kriteriatingkat kriteria yang diinginkan.

g) Penggabungan penyusunan matrik vector baris bobot perioritas tertinggi  yang dinormalisasi ( point 3.e. ) kemudian dijadikan matrik vektor kolom  bobot perioritas tertinggi yang dinormalisasi dengan matrik persegi bobot  perioritas alternativ-alternativ ( Konvensional, Konvensional dan UPS ,   UPS ) terhadap tingkat kriteria-tingkat kriteria yang diinginkan ( point 3.f.)  => ( tabel matrik 4.5.35 )

h) Perhitungan dan penyusunan matrik vektor kolom bobot global alternativalternativ  yang merupakan hasil perkalian antara matrik persegi bobot perioritas alternatif-alternatif terhadap tingkat kriteria-tingkat kriteria yang diinginkan dengan matrik vektor kolom tingkat kriteria –tingkat kriteria yang tertinggi ( diinginkan ) ( tabel matrik 4.5.35 )

4. Penentuan Pilihan Alternatif

Penentuan Pilihan Alternatif-Alternatif Model Pengelolaan Sampah di kota  Depok, dengan memilih bobot global maksimum ( terbesar ) di antara bobot  global-bobot global alternativ-alternativ model pengelolaan sampah  konvensional, konvensional dan UPS, UPS di kota Depok. Ternyata model  pengelolaan sampah gabungan (Konvensional + UPS ) yang terpilih karena  bobot globalnya 0,473095 paling tinggi diantara model lainnya ( tabel matrik 4.5.35 )

5. Analisa Sensitivitas Metode AHP Pemilihan Model Pengelolaan  Sampah di Kota Depok  Pemilihan model pengelolaan sampah di kota Depok antara model  konvensional, konvensional dan UPS, UPS yang terpilih adalah model  konvensional dan UPS karena memiliki bobot global maksimum sebesar  0,47362 berdasarkan pertimbangan bobot perioritas tingkat kriteria yang  diinginkan yaitu keterbatasan lahan TPA sedang = 0,29298 , pencemaran  lingkungan rendah = 0,285882 , dampak sosial rendah = 0,1563223, manfaat  sosial ekonomi tinggi = 0,083019, kesesuaian geografis sedang = 0,0644076 ,  manfaat sosial budaya tinggi =0,0601825 , pendanaan rendah 0,057207.( tabel 4.5.35 ).

Apabila dimasa datang pertimbangan diantara tingkat kriteria-tingkat  kriteria dianggap kurang penting atau lebih penting dari sekarang, maka skala  kepentingan tingkat kriteria-tingkat kriteria yang diinginkan akan berubah dan  bobot perioritas masing-masing tingkat kriteria yang diinginkan juga akan  berubah, yang dapat menyebabkan bobot global alternativ-alternativ model  pengelolaan konvensional, konvensional + UPS , UPS naik atau turun atau  pilihan model pengelolaan sampah akan berubah yang semula model gabungan  (konvensional + UPS ) yang terpilih dapat menjadi model UPS atau Konvensional yang terpilih.

a) Apabila tingkat kriteria keterbatasan lahan TPA sedang yang diinginkan  turun  kala kepentingannya, dan juga terjadi penurunan bobot perioritas tingkat  kriteria keterbatasan lahan TPA sedang misal menjadi 0,05, maka bobot global  alternativ model gabungan ( konvensional + UPS ) akan turun menjadi 0, 325899  dan bobot global alternativ model UPS akan menjadi 0,3366669, yang  mengakibatkan bobot global model UPS menjadi lebih besar dari bobot global  gabungan ( konvensional + UPS ), maka model pengelolaan sampah UPS yang  terpilih dan bukan model gabungan ( konvensional + UPS ) yang terpilih seperti grafik 4.6.2.1. dan tabel 4.6.2.1.

b) Apabila tingkat kriteria pencemaran lingkungan rendah yang diinginkan  naik skala kepentingannya dan juga terjadi kenaikan bobot perioritas tingkat  kriteria pencemaran lingkungan rendah misal menjadi 0,85, maka bobot global  alternativ model gabungan ( konvensional + UPS ) akan naik menjadi 0,6619058  namun bobot global alternativ model UPS juga naik menjadi lebih tinggi yaitu  0,69876, maka alternativ model UPS yang terpilih karena bobot globalnya lebih  tinggi dari bobot global gabungan ( konvensional + UPS ) seperti grafik 4.6.2.2 dan tabel 4.6.2.2.

c) Apabila tingkat kriteria dampak sosial rendah yang diinginkan naik skala kepentingannya dan juga terjadi kenaikan pada bobot perioritas tingkat kriteria  dampak sosial rendah yang diinginkan, misal menjadi 0,80 maka bobot global  alternativ model gabungan ( konvensional + UPS ) naik menjadi 0,674388 namun bobot global alternativ model UPS juga naik dan menjadi lebih besar dari bobot  global alternatif model gabungan ( konvensional + UPS ) yaitu 0,71848996, maka  alternativ model UPS yang terpilih karena bobot globalnya lebih besar dari bobot global gabungan ( konvensional + UPS ) seperti grafik 4.6.2.3 dan tabel 4.6.2.3.

 

4.6. HASIL SURVEI RUMAH TANGGA

1. Perilaku Pengolahan Sampah di Rumah Tangga

Berdasarkan hasil pengolahan data, diketahui bahwa dari 217 sampel rumah  tangga yang mendapatkan pelayanan pengangkutan sampah di Kota Depok, hampir seluruhnya (98%) tidak menerapkan pola 3 R.

Sementara itu, dari sampel rumah tangga yang tidak mendapat pelayanan  pengangkutan sampah, hanya sebagian kecil (3%) rumah tangga yang  mengolah sampahnya, yaitu dengan cara dibakar. Sedangkan sisanya masih  membuang sampah ke jalan atau ke sungai/selokan (28%), atau membuangnya ke tanah/lahan kosong (68%).

2. Tanggapan masyarakat terhadap Pembangunan UPS

Dari hasil pengolahan data yang dilakukan, diketahui bahwa hampir seluruh  rumah tangga sampel (96%) menyetujui dibangunnya UPS di kelurahan masing-masing. Hanya 4% yang tidak menyetujui pembangunan UPS
tersebut.

4.7. ALTERNATIF LOKASI UPS

4.7.1. Dasar Pemilihan Lokasi UPS

Dasar pemilihan lokasi Unit Pengolahan Sampah (UPS) didasarkan pada kriteria perencanaan antara lain meliputi :

  • Kawasan Komplek Perumahan, biasanya merupakan daerah teratur yang  memiliki jumlah rumah yang cukup banyak (rata-rata 1000-2500 unit dengan berbagai tipe rumah) serta memiliki fasum dan fasos atau tanah kosong.
  • Kawasan Perumahan Non Komplek, merupakan daerah teratur maupun tidak  teratur. Satuan skala kawasan yang paling mudah dikenali adalah RT atau RW dengan jumlah rumah 300 – 500 unit
  • Kawasan Perumahan Kumuh / Bantaran Sungai, merupakan daerah spesifik  yang umumnya tidak dilengkapi dengan infrastuktur formal sehingga  cenderung menjadi daerah rawan penyakit dan rawan sanitasi. Bahkan untuk  permukiman di kawasan bantaran sungai, dapat menyebabkan terjadinya  pencemaran sungai. Satuan skala kawasan yang lebih mudah dikenali juga adalah RT/RW

4.7.2. Penempatan UPS

Lokasi pengolahan sampah dengan UPS berbasis masyarakat dapat  dilihat pada gambar 4.1 s/d 4.6 yang meliputi Kecamatan Limo, Kecamatan  Sawangan, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Beji, Kecamatan Pancoran Mas.

4.8. STUDI KELAYAKAN LOKASI UPS

4.8.1. Kriteria Kelayakan Lokasi UPS

Studi Kelayakan Lokasi UPS didasarkan atas beberapa kriteria analisa diantaranya :

a. Status kepemilikan lahan
b. Luas Lahan yang tersedia,
c. Kondisi Fisik Lingkungan Perumahan termasuk akses / jalan menuju lokasi UPS dapat dilalui minimal kendaraan dengan lebar jalan minimal 2 m.
d. Adanya kelompok swadaya masyarakat yang sudah eksis atau kegiatan serupa yang berbasis masyarakat,
e. Kondisi sosial ekonomi masyarakat,

4.8.2. Analisa Kelayakan Lokasi UPS

Berdasarkan studi kelayakan lokasi UPS berdasarkan kriteria diatas  ditambah dengan hasil wawancara maka dilakukan analisa atas lokasi-lokasi  UPS yang telah ditentukan, sehingga didapatkan daftar kelayakan lokasi UPS  yang dikelompokan dalam rangking / prioritas 1 sampai 6 dimana prioritas  tersebut digunakan sebagai tahapan pelaksanaaan pembangunan UPS.

Adapun daftar kelayakan lokasi UPS tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.7,  DAFTAR LOKASI UPS HASIL ANALISA dilengkapi dengan Analisa Lokasi UPS untuk tiap-tiap lokasi yang telah ditentukan.

BAB V. REKOMENDASI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KOTA DEPOK

Dari uraian diatas, untuk kota Depok dapat direkomendasikan  pengelolaan sampah dengan Sistem Konvensional dan Pengolahan sampah skala Kawasan dengan UPS dan Pengolahan Sampah Skala Rumah Tangga.

5.1. STRATEGI PENGEMBANGAN

Pengembangan daerah pelayanannya akan dilakukan berdasarkan urutan  prioritas kebutuhan mendapat pelayanan kebersihan. Prioritas ini ditetapkan berdasarkan beberapa kriteria yaitu:

1. Kepadatan Daerah Terbangun
2. Potensi Ekonomi
3. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Kota

Rencana Daerah dan Tingkat Pelayanan

Karena keterbatasan pengelola maka untuk mencapai sasaran daerah  urban dapat terlayani dilakukan dengan pentahapan wilayah pelayanan. Prinsip  dasar dalam pengembangan wilayah pelayanan adalah mengembangkan wilayah pelayanan baru dari wilayah pelayanan yang eksisting.

Berdasarkan skenario pengembangan tersebut, maka pada tahun 2009  (tahap mendesak ) akan terjadi peningkatan pelayanan menjadi 58,6 % dan 75  % pada tahap PJM (tahun 2012) dari jumlah penduduk. Rencana  pengembangan daerah pelayanan persampahan di wilayah perencanaan untuk  tahap jangka mendesak dan jangka menengah dapat dilaksanakan dengan  sistem konvensional dan pola memilah sampah ( UPS ) dan penanganan sampah skala rumah tangga.

Tingkat pelayanan dengan metoda UPS direncanakan setiap tahun  mencapai 7,5 % dari jumlah penduduk ( tahun 2008 ) dan meningkat menjadi  41,4 % pada tahun 2012, sedangkan pengelolaan dengan skala rumah tangga  akan mencapai 1 % pada tahun 2008 dan akan meningkat 5 % pada tahun 2012  sedangkan pelayanan dengan pola konvensionalakan menurun yaitu sekitar  32,2 % pada tahun 2012. Tingkat pelayanan dengan metoda UPS , konvensional dan Rumah Tangga dapat dilihat pada grafik 5.1. berikut :

5.2. POLA PEMBUANGAN SAMPAH KONVENSIONAL

Secara umum pola pembuangan sampah konvensional dapat dijelaskan seperti pada gambar berikut :

1. Pola pelayanan untuk Tahap Mendesak (tahun 2008 – 2009)

Pola pelayanan yang akan digunakan untuk Tahap Mendesak sama dengan  pola pelayanan pelayanan saat ini (tahun 2007) dan ditambah dengan UPS (Unit Pengolahan Sampah).

2. Pola pelayanan untuk Tahap Jangka Menengah (tahun 2010-2012)

Pola pelayanan yang digunakan pada tahap PJM ini merupakan  pelengkapan terhadap pola pelayanan yang digunakan pada tahap Mendesak   (tahun 2008-2009) pelengkapan tersebut terdapat pada penggunaan UPS lebih banyak. Jumlah lokasi UPS pada tahah ini menjadi 63 lokasi.

5.3. UNIT PENGOLAHAN SAMPAH (UPS) SKALA KAWASAN

Pengurangan sampah dengan program 3R dan replikasi best practice  memang bukan hal mudah untuk dilakukan karena akan sangat tergantung pada  kemauan masyarakat dalam merubah perilaku, yaitu dari pola pembuangan  sampah konvensional menjadi pola memilah sampah. Untuk itu diperlukan berbagai upaya baik langsung maupun tidak langsung, seperti antara lain :

1. Percontohan program 3 R
2. Penyuluhan
3. Pemberdayaan dan pendampingan masyarakat
4. Pengawasan atau monitoring terus menerus
5. Pendidikan

A. Pengumpulan Sampah Skala Kawasan

  • Metode pengumpulan sampah dapat dilakukan secara individual (door to door) maupun komunal.
  • Peralatan pengumpulan sampah di kawasan perumahan baru (cakupan luas dan jalan lebar) dapat dilakukan dengan menggunakan motor sampah (kapasitas 1,2 m3), sedangkan untuk kawasan perumahan non komplek dan perumahan kumuh/bantaran sungai cukup dilakukan dengan menggunakan gerobak (1 m3).
  • Motor/Gerobak sampah yang mengumpulkan sampah terpilah dapat  dimodifikasi dengan sekat atau dilengkapi karung-karung besar (3 unit atau sesuai dengan jenis sampah).

B. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Skala Kawasan

Lokasi

  • Luas TPST bervariasi, tergantung kapasitas pelayanan dan tipe kawasan.
  • Untuk kawasan perumahan baru (cakupan pelayanan 2000 rumah)   diperlukan TPST dengan luas 1000 m2. Sedangkan untuk cakupan pelayanan skala RW (200 rumah), diperlukan TPST dengan luas 200 – 500 m2
  • TPST dengan luas 1000 m2 dapat menampung sampah dengan atau tanpa proses pemilahan sampah di sumber
  • TPST dengan luas < 500 m2 hanya dapat menampung sampah dalam keadaan terpilah (50%) dan sampah campur 50 % Motor Sampah Gerobak Sampah Tercampur Gerobak Sampah untuk Sampah Terpilah
  • TPST dengan luas < 200 m2 sebaiknya hanya menampung sampah tercampur 20 %, sedangkan sampah yang sudah terpilah 80 %

Composting

  • Sampah yang digunakan sebagai bahan baku kompos adalah sampah dapur (terseleksi) dan daun-daun potongan tanaman
  • Metode pembuatan kompos dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan windrow system dan penggunaan media EM-4.
  • Metode windrow system dengan masa proses 2 bulan dapat dilakukan  dengan cara menumpuk sampah setinggi minimal 1 m, panjang 2m dan  lebar 1m yang dilanjutkan dengan proses pembalikan dan penyiraman (untuk menjaga kelembaban dan temperatur optimal)
  • Metode dengan penggunaan EM-4 dalam proses pembuatan kompos dapat mempercepat proses fermentasi, sehingga hanya membutuhkan waktu 5 – 6 hari

5.4. UNIT PENGOLAHAN SAMPAH SKALA RUMAH TANGGA

Diharapkan pelayanan dengan mempergunakan UPS skala rumah tangga  ( seperti komposter , takakura dll )ini mencapai 5 % dalam 5 tahun ke depan,  dengan demikian pada tahun 2008 diharapkan yang mempergunakan UPS skala  rumah tangga 1 % dari jumlah penduduk dan meningkat menjadi 5 % pada tahun 2012.

Pelaksanaan UPS skala rumah tangga dapat dilaksanakan secara  individual maupun secara wilayah yang lebih luas seperti perumahan, untuk  individual lebih sesuai untuk masyarakat yang mempunyai kesadaran yang tinggi dimana tidak diperlukan monitoring khusus.

5.5. TEMPAT PEMROSESAN/PEMBUANGAN AKHIR ( TPA )

Ada beberapa skenario yang diajukan dalam aktivitas penanganan sampah di TPA , yaitu :

a. Pengurugan/penimbunan sampah
b. Pengomposan sampah hayati (organik)
c. Daur-ulang sampah non-hayati (an-organik)
d. Residu dari (b) dan (c) kemudian ditimbun di TPA.

Pengomposan dan daur-ulang diharapkan ke depan akan merupakan kegiatan  utama, khususnya guna menunjang usaha pertanian di sekitar kawasan ini.

Kegiatan tersebut juga harus siap untuk tidak difungsikan bila ternyata pasar untuk menerima hasil produksinya mengalami hambatan.

ASPEK KELEMBAGAAN DAN ORGANISASI

Permasalahan kelembagaan dalam penanganan persampahan dalam skala kota   di Kota Depok terkait dengan perlunya menyempurnakan struktur organisasi   Dinas KLH dan penambahan jumlah personalia agar sesuai dengan upaya   peningkatan partisipasi masyarakat dan peningkatan pelayanan.

Untuk itu Pemerintah Kota Depok perlu melakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut:

  1. Pembuatan kajian mengenai perlu tidaknya dilakukan reorganisasi Dinas   Kebersihan dan Lingkungan Hidup, untuk mengantisipasi kebutuhan akan   kelancaran program penyuluhan yang dinilai sangat mendesak mengingat masih rendahnya kesadaran masyarakat mengenai perlunya pengolahan sampah dengan metode 3R mulai dari rumah tangga.
  2. Pembentukan Kordinator UPS di Dingkat Kelurahan dalam rangka pengoprasian UPS-UPS di sejumlah kelurahan yang akan menjadi lokasi UPS sampai 2009.

ASPEK PEMBIAYAAN

Analisa Pembiayaan

Dalam analisa pembiayaan dikemukakan berbagai sumber pembiayaan   dan pola pembiayaan proyek pengadaan mesin pengolah sampah dan komposting,  bangunan pendukung 1 (satu ) unit UPS di kota Depok, dengan sumber pembiayaan : Typping Fee, Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota Depok, Bank Komersial, Masyarakat/Swasta

Tiga Pola Pembiayaan yang direkomendasikan :

  1. Pola pembiayaan antara pemerintah kota Depok + Badan Pengelola UPS dengan Pemerintah Provinsi Jabar + Bank Jabar seperti tabel 5.7.1.
  2. Pola pembiayaan antara pemerintah kota Depok + Badan Pengelola UPS dengan Bank Komersial seperti tabel 5.7.2.
  3. Pola pembiayaan antara pemerintah kota Depok + Badan Pengelola UPS dengan pihak swasta seperti tabel 5.7.3.

Typping Fee

Dari sumber rencana anggaran biaya ( RAB ) dan observasi serta survai di   kota depok typping fee proyek pengadaan mesin pengolahan sampah dan   komposting,serta bangunan pendukung 1 (satu ) unit UPS di kota Depok tanpa   investasi lahan dan dengan dana investasi peralatan mesin serta bangunan pendukung bekerja sama dengan pihak swasta ( sumber dana sendiri) sebesar Rp. 28.043,- seperti tabel 5.7.5.a.

Typping fee proyek pengadaan mesin pengolahan sampah dan   komposting, serta bangunan pendukung 1 (satu) unit UPS di kota Depok tanpa investasi lahan dan dengan dana investasi peralatan mesin serta bangunan   pendukung dari kredit Bank Jabar atau Bank Komersial lainnya (sumber dana kredit/pinjaman dari bank) sebesar Rp.38.520,- seperti tabel 5.7.5.b.

Analisa Keuangan

Analisa keuangan terhadap proyek pengadaan mesin pengolahan   sampah dan komposting, serta bangunan pendukung 1 (satu ) unit UPS di kota Depok menggunakan alat analisa kriteria investasi Pay Back Period, Gross Benefit Cost Ratio ( GBCR ), Net Present Value ( NPV ) dan Internal Rate of Return ( IRR ).

1) Pay Back Period

Pay Back Period proyek pengadaan mesin pengolah sampah dan komposting, serta bangunan pendukung 1(satu ) unit UPS di kota Depok selama 4,80294 tahun untuk sumber dana sendiri, dan 5, 3887 tahun untuk sumber dana kredit/pinjaman dari bank, yang bersumber dari tabel 5.7.8 dan 5.7.9. Dari pay back period dari sumber dana sendiri berarti setelah 4,80294 tahun proyek berjalan semua dana ( total investasi ) yang telah ditanamkan diperoleh kembali  dan selama 3,197 tahun sisanya akan diperoleh keuntungan/profit proyek pengadaan mesin pengolah sampah dan komposting,serta bangunan pendukung 1 (satu ) unit UPS di kota Depok sampai dengan proyek berakhir.

2) Gross Benefit Cost Ratio

Gross Benefit Cost Ratio (GBCR) proyek pengadaan mesin pengolah sampah dan komposting, serta bangunan pendukung 1 (satu) unit UPS di kota Depok sebesar 1, 3134 (131,34 % ) untuk sumber dana sendiri dan 1, 3788 (137,88%) untuk sumber dana pinjaman/kredit dari bank seperti tabel 5.7.6 dan 5.7.7. Dari kriteria Gross Benefit Cost Ratio (GBCR) yang lebih dari 1 (satu) dengan tingkat   bunga discount factor 18%, berarti proyek tersebut sangat layak/feasible untuk dilaksanakan baik dengan sumber dana sendiri maupun dengan sumber dana pinjaman/kredit dari bank.

3) Net Present Value ( NPV )

Net Present Value ( NPV ) proyek pengadaan mesin pengolah sampah dan komposting, serta bangunan pendukung 1 ( satu ) unit UPS di kota Depok Rp.   449.603.355,87 untuk sumber dana sendiri Rp.611.963.095,02 untuk sumber   dana kredit/pinjaman dari bank. Net Present Value ( NPV ) proyek tersebut positif ( > 0 ) yang berarti sangat feasible/layak untuk dilaksanakan dengan tingkat bunga discount factor 18% seperti tabel 5.7.8. dan 5.7.9

4) Internal Rate of Return ( IRR )

Internal Rate of Return ( IRR ) proyek pengadaan mesin pengolah sampah dan   komposting, serta bangunan pendukung 1 (satu ) unit UPS di kota Depok  sebesar 42% untuk sumber dana sendiri dan 105% untuk sumber dana kredit/pinjaman dari bank. Dari Internal Rate of Return ( IRR ) diatas tingkat bunga yang disyaratkan 20%, maka proyek tersebut sangat layak/feasible untuk dilaksanakan seperti tabel 5.7.8 dan 5.7.9

Keseluruhan analisa keuangan kriteria investasi proyek pengadaan   mesin pengolah sampah dan komposting, serta bangunan pendukung 1 (satu )   unit UPS di kota Depok diatas tanpa kenaikan typping fee yang merupakan hak   dan wewenang pemerintah kota Depok bersama Badan Pengelola UPS kota Depok, dan apabila kenaikan typping fee pertahun yang berarti juga retribusi per kepala keluarga diberlakukan kenaikan setiap 2 tahun, maka proyek pengadaan unit UPS di kota Depok sangat feasible/layak untuk dilaksanakan.

ASPEK PERATURAN

Dalam hal yang menyangkut aspek peraturan, perencanaan penanganan sampah di Kota Depok harus diarahkan untuk mengatasi permasalahan mengenai munculnya timbulan-timbulan sampah liar karena masih adanya kebiasaan membuang sampah tidak pada tempatnya yang saat ini pada sebagian masyarakat Kota Depok.

Untuk itu, Pemeritah Kota Depok perlu menyusun/meningkatkan Peraturan
Daerah tentang Kebersihan, Keindahan dan Keteriban Kota (K3).

Untuk penanangan masalah persampahan pada skala kawasan yang akan  dilaksanakan melalui pembangunan dan pengoperasian UPS, Pemerintah Kota Depok perlu segera mengambil langkah-langkah strategis yaitu dengan:

  1. Mengeluarkan instruksi Walikota tentang kelancaran pengadaan lahan bagi lokasi UPS di setiap kelurahan
  2. Menyusun SOP Pengolahan dan Pengelolaan UPS

ASPEK PERAN SERTA MASYARAKAT

Perencanaan program-program yang menyangkut peningkatan peran   serta masyarakat dalam penanganan persampahan di Kota Depok sebaiknya disesuaikan dengan perencanaan pola pelayanan yang terdiri dari (1) pola penanganan skala kota. (2) pola penanganan skala rumah tangga, dan (3) pola penanganan skala kawasan.

1. Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Penanganan Persampahan Skala Kota

Program-program peningkatan partisipasi masyarakat dalam penanganan ersampahan skala kota bertujuan:

  1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya peran serta   mayarakat dalam penanganan persampahan sejak tahap pengumpulan, tahap pembuangan, tahap pengangkutan, sampai tahap pengolahan.
  2. Mengubah perilaku masyarakat dalam penanganan persampahan dengan   menanamkan kebiasaan untuk menerapkan metode 3R mulai dari sumbernya (rumah tangga).

Program yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah Sosialisasi penanganan sampah dengan metode 3R melalui:

  1. Penyuluhan penanganan sampah dengan metode 3R melalui forum-forum dan pertemuan warga
  2. Percontohan penerapan pengolahan sampah dengan metode 3R mulai dari sumbernya (rumah tangga)
  3. Penyebaran media kits (brosur, leaflet, poster, spanduk/banner, dsb.)
  4. Pemasangan/penayangan iklan layanan masyarakat melalui surat kabar, radi dan TV

2. Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Penanganan ersampahan kala Kawasan

Program-program peningkatan partisipasi masyarakat dalam penanganan persampahan skala kawasan bertujuan:

  1. Mensosialisasikan rencana sistem penanganan persampahan dengan skala kawasan.
  2. Meningkatakan kemampuan dan ketrampilan masyarakat di tingkat kelurahan dalam pengolahan dan pengelolaan UPS.

Program-program yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah:

  1. Sosialisasi Sistem Penanganan Sampah dengan Skala Kawasan
  2. Pelatihan Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Skala Kawasan

3. Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Penanganan Persampahan Skala Rumah Tangga

Program-program peningkatan partisipasi masyarakat dalam penanganan persampahan skala kawasan bertujuan:

  1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kegiatan pengolahan   sampah rumah tangga secara mandiri dalam rangka menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat
  2. Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan masyarakat untuk mengolah sampah rumah tangga secara mandiri

Program-program yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut di  atas adalah:

  1. Penyuluhan penanganan sampah dengan metode 3 R
  2. Pelatihan pembuatan kompos skala rumah tangga
  3. Percontohan pembuatan kompos skala rumah tangga
  4. Sosialisasi Sistem Penanganan Sampah dengan Skala Kawasan
  5. Pelatihan Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Skala Kawasan dengan sasaran masyarakat yang diharapkan akan dilibatkan dalam pengelolaan UPS di tingkat kelurahan sampai tahun 2009

4 responses to “Kajian Pengelolaan Persampahan

  1. investasi bangunan UPS sebesar Rp. 571.500.000,- asalnya dari mana? perhitungannya….

  2. Erwin Tasrif Rahman

    Tolong perhitungan invstasi bangunan UPS dan DED kalo ada

  3. ade septiyanah

    tolong,bagaimana cara agar saya dapat mengikuti pngolahan sampah tahun 2012 ini

  4. Kurang Lengkap 😦

Leave a reply to Dian Cancel reply